Hijab Tak Mengurangi Estetika dan Kekompakan Paskibraka




Jakarta

PBNU mengkritik BPIP yang menerbitkan aturan soal pakaian paskibraka yang tak memuat penggunaan hijab bagi paskibraka muslim. PBNU mendesak agar aturan itu dikoreksi.

“Saya kira harus dikoreksi peraturan itu, kebebasan beragama mutlak harus dihormati,” kata Ketua PBNU Ahmad Fahrur Rozi (Gus Fahrur) kepada wartawan, Rabu (14/8/024).

Gus Fahrur meminta agar BPIP bersikap terbuka. Ia meyakini penggunaan hijab bagi Paskibraka putri tak mengurangi estetika maupun kekompakan mereka.

IKLAN

GULIR UNTUK MELANJUTKAN DENGAN KONTEN

“Penggunaan hijab tidak mengurangi estetika dan kekompakan paskibraka. Seharusnya penggunaan hijab bukan halangan halangan untuk berkreasi dan berprestasi,” tegasnya.

“BPIP harus berpikiran lebih terbuka dan demokratis, peraturan itu lucu,” sambungnya.

Gus Fahrur memandang panitia pelaksana bisa mengundang konsultan maupun desainer untuk menyelaraskan seragam Paskibraka. Sehingga, peraturan itu dinilai tak relevan dan diskriminatif.

“Panitia pelaksana bisa mengundang konsultan dan desainer untuk kostum berhijab yang bagus dan indah. Peraturan lepas hijab itu tidak relevan. Jangan ada aturan diskriminatif di Indonesia,” ujarnya.

Penjelasan BPIP

Seperti diketahui, tidak adanya anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) 2024 putri mengenakan jilbab banjir kritikan dari berbagai pihak. Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menyebut Paskibraka sejak awal adalah tentang keseragaman.

“Karena memang kan dari awal Paskibraka itu uniform (seragam),” ujar Kepala BPIP Yudian Wahyudi ketika memberi pernyataan pers di Ibu Kota Nusantara, Kalimantan Timur, seperti dilansir Di antaraRabu (14/8/2024).

Pernyataan tersebut ia sampaikan ketika menjelaskan alasan penyesuaian ketentuan seragam untuk anggota Paskibraka yang menggunakan hijab. Pada tahun-tahun sebelumnya, anggota Paskibraka diperbolehkan menggunakan hijab dalam upacara pengukuhan maupun pengibaran bendera pada 17 Agustus.

Namun BPIP memutuskan menyeragamkan tata pakaian dan sikap tampang Paskibraka pada 2024, sebagaimana yang termaktub dalam Surat Edaran Deputi Diklat Nomor 1 Tahun 2024. Dalam surat edaran tersebut, tidak terdapat pilihan berpakaian hijab bagi anggota Paskibraka yang menggunakan hijab.

Yudi menjelaskan penyeragaman pakaian tersebut berangkat dari semangat Bhinneka Tunggal Ika yang dicetuskan oleh Bapak Pendiri Bangsa Sukarno.

“Kan itu semula kan memang Paskibraka itu uniform, uniform itu maksudnya apa? Karena kita baru merdeka dengan kemajemukan yang paling, barangkali, terbesar di muka bumi. Di situlah inisiatif Presiden Sukarno untuk mengaplikasikan Bhinneka Tunggal Ika,” tutur dia.

Nilai-nilai yang dibawa Sukarno, kata Yudi, adalah singularitas dalam keseragaman. Keunikan tersebut diterjemahkan BPIP dalam bentuk pakaian seragam.

“Tahu ya uniform itu seragam, harus sama, sehingga ketika kita melihat ini, ‘Oh ya dari sana nggak ketahuan’ pada saat ini dia bertugas sebagai pasukan yang menyimbolkan kebersatuan dalam kemajemukan,” tutur dia.

Yudi mengatakan para anggota Paskibraka secara sukarela mengikuti aturan, termasuk terkait tata pakaian. Para anggota Paskibraka juga memberikan tanda tangan mereka di atas meterai Rp 10 ribu yang menandakan pernyataan tersebut resmi dan mengikat di mata hukum.

“(Pelepasan hijab) hanya dilakukan pada saat pengukuhan Paskibraka dan pengibaran Sang Merah Putih pada upacara kenegaraan saja,” kata Yudi.

(taa/aud)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *