Restorasi Permanen Disebut Solusi Pemulihan Ekosistem Gambut Berkelanjutan
Jakarta –
Ekosistem lahan gambut di Indonesia menduduki peringkat keempat terbesar di dunia setelah Kanada, Rusia, dan Amerika Serikat. Berdasarkan data dari BBSDLP (2019), lahan gambut di Indonesia seluas 13,4 juta hektare setara dengan 80% lahan gambut di Asia Tenggara.
Dalam pengelolaannya, lahan gambut dipetakan dalam satuan lanskap berdasarkan jaringan hidrologi yang disebut Kesatuan Hidrologi Gambut (KHG). KHG merupakan ekosistem gambut yang berada diantara dua sungai, di antara sungai dan laut, atau pada rawa. Indonesia memiliki 865 KHG dengan luas total KHG lebih dari 24.6 juta hektare.
Seiring berjalannya waktu, kondisi lahan gambut di Indonesia mengalami perubahan akibat pemanfaatan lahan yang kurang tepat, seperti pembukaan lahan dengan membakar, pembangunan kanal – kanal drainase untuk mengeringkan gambut guna dijadikan lahan budidaya monokultur. Jika dibiarkan secara terus menerus, karbon dari bahan organik yang terkandung dalam gambut mengering dan teroksidasi secara bertahap, yang dapat menyebabkan kebakaran lahan gambut rawan terbakar.
Pemulihan ekosistem gambut menjadi prioritas Pemerintah Indonesia melalui Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM). BRGM diberikan mandat untuk melakukan restorasi gambut seluas 1,2 juta hektare hingga tahun 2024.
Usaha dalam pelaksanaan restorasi gambut harus dilakukan dalam jangka panjang, membutuhkan perbaikan dan evaluasi sepanjang pelaksanaannya. Restorasi juga bukan semata-mata pekerjaan fisik tetapi bersifat sistemik, yang juga mencakup aspek sosial, ekonomi, kelembagaan, dan sinergitas antar lembaga.
Pasca restorasi secara quick response di periode pertama (2016-2020), BRGM melaksanakan restorasi sistematis terpadu pada periode 2021 – 2024 melalui kegiatan konsolidasi yang bertujuan untuk mewujudkan restorasi permanen. Kegiatan konsolidasi ini terdiri yang pertama, evaluasi efektivitas IRG terbangun.
Contohnya, jika sekat kanal terbukti efektif dalam menahan laju air, maka dijadikan permanen atau semi permanen. Kedua, konsolidasi pengelolaan tata air berbasis KHG, bukan hanya yang berstatus lahan masyarakat, tetapi juga kawasan hutan dan konsesi. Restorasi gambut BRGM dilaksanakan di 7 provinsi prioritas, salah satunya provinsi Kalimantan Tengah.
Kegiatan restorasi gambut dilakukan di Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) sasaran tahun 2021 – 2024 di 16 KHG prioritas di Kalimantan Tengah. Terhitung dari tahun 2017 – 2023, BRGM telah berhasil melakukan restorasi gambut di Kalimantan Tengah seluas 547.883 hektare.
BRGM menggunakan strategi 3R, yaitu Rewetting atau Pembasahan, Revegetasi atau penanaman kembali seluas 830 hektare, dan Revitalisasi mata pencaharian masyarakat sebanyak 321 paket.
Di provinsi Kalimantan Tengah, sejak tahun 2017, BRGM berupaya memulihkan ekosistem gambut melakukan kegiatan pembasahan melalui pembangunan Infrastruktur Restorasi Gambut (IRG) yang meliputi sumur bor, sekat kanal dan kanal timbun.
BRGM telah membangun 10.664 sumur bor sebagai langkah tanggap cepat yang berfungsi sebagai sumber air untuk memadamkan api jika terjadi kebakaran. Telah dibangun 3.187 unit pembatas kanal, serta 115 unit tanggul kanal.
Kedua IRG ini, berfungsi untuk menahan laju pengeringan lahan gambut, sehingga ketika musim kemarau, tingkat kebasahan lahan gambut terjaga dan terhindar dari kebakaran.
Di samping melakukan konsolidasi, dalam rangka kesiapsiagaan bencana karhutla, pembangunan Alat Pengukur Tinggi Muka Air (APTMA), guna mengukur tinggi muka air, dibangunnya posko – posko untuk memantau daerah rawan terbakar.
Kegiatan Operasi Pembasahan Gambut Rawan Terbakar (OPGRK), dan Operasi Cepat Lahan Gambut Terbakar (OPCLGT) rutin dilakukan bersama dengan Masyarakat Peduli Api, dan dinas terkait. BRGM juga bekerja sama dengan KLHK, yaitu patroli di lapangan, pemantauan tinggi muka air. BMKG dan BRIN melalui prediksi kerawanan kebakaran, dan pelaksanaan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC).
“Agar berjalan optimal serta berkelanjutan, pelaksanaan restorasi gambut melibatkan peran dari berbagai pihak, dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), pemerintah daerah, hingga masyarakat tingkat tapak. Kegiatan restorasi gambut tidak hanya sekadar membangun infrastruktur restorasi gambut, namun juga menjamin keberfungsian sumur bor maupun sekat kanal. BRGM bersama stakeholders selalu melakukan kegiatan pemeliharaan dan perbaikan, agar infrastruktur dapat dioperasionalkan oleh masyarakat, pada saat operasi pembasahan maupun terjadinya kebakaran,” kata Kepala Kelompok Kerja Restorasi Gambut Wilayah Kalimantan dan Papua Jany Tri Raharjo dalam keterangan tertulis, Rabu (14/8/2024).
Selain melakukan pemeliharaan Infrastruktur Restorasi Gambut BRGM, menurut Jany kunci keberhasilan restorasi gambut adalah keterlibatan dan partisipasi aktif masyarakat dalam pemulihan ekosistem gambut. BRGM, kata dia, melakukan sosialisasi dan edukasi melalui Sekolah Lapang Peduli Gambut, pelatihan pembukaan lahan tanpa bakar dan Kurikulum Muatan Lokal Gambut dan Mangrove yang dilakukan di tingkat pelajar.
Lebih lanjut Imbing Urai selaku Satuan Kerja Tugas Pembantuan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Tengah menceritakan alur proses pelaksanaan restorasi gambut yang dikerjakan oleh Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalteng.
“Kami secara rutin melakukan pengecekan dan pemeliharaan Infrastruktur Restorasi Gambut, mulai dari mendatangi titik – titik sumur bor ataupun sekat kanal dan melakukan pembersihannya. Selain itu, kami juga berkala melakukan uji fungsi sumur bor. Saat ini, masyarakat mengetahui peran penting sumur bor dan sekat kanal. Kalau dulu masyarakat memiliki kekhawatiran sekat kana menimbulkan dampak negatif, sekarang masyarakat antusias untuk mengajukan pembangunan sekat kanal,” ucap Imbing.
Imbing menambahkan dulu kebakaran gambut sulit dipadamkan, efek yang ditimbulkan juga berdampak pada kesehatan. Asap yang ditimbulkan mengganggu penglihatan dan pernafasan serta sulit lama dipadamkan. Kini, dengan adanya infrastruktur restorasi gambut berupa sekat kanal dan sumur bor, penanganan kebakaran lahan gambut dapat lebih cepat.
Kuasa Pengguna Anggaran Tugas Pembantuan, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Tengah Merty Ilona menyampaikan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah sangat berterima kasih dengan masuknya program restorasi gambut dalam rangka memulihkan ekosistem gambut. Kegiatan restorasi gambut ini menggunakan anggaran APBN melalui Tugas Pembantuan langsung disampaikan kepada masyarakat yang bekerja restorasi dengan skema pembayarannya langsung kepada kelompok masyarakat.
“Harapannya pengelolaan gambut ke depan tidak hanya untuk restorasi gambut namun lebih luas lagi meliputi tata Kelola Perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut. Gambut yang sehat juga perlu dilakukan upaya-upaya agar lestari, misalnya memberikan reward revitalisasi ekonomi kepada desa yang zero burning,” ujar Merty.
Fungsional Penata Penanggulangan Bencana, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Kalimantan Tengah, Frans Jayanto mengatakan dalam pengendalian bencana kebakaran hutan dan lahan, pihaknya berkoordinasi dengan berbagai pihak mulai dari dari OPD lingkup Pemprov, Instansi Vertikal, Korem 102 Pjg, Polda Kalteng, Manggala Agni, relawan penggiat kebencanaan hingga masyarakat tingkat tapak.
“Infrastruktur Restorasi Gambut seperti sekat kanal dinilai ampuh dalam menjaga lahan gambut tetap basah termasuk dalam upaya mitigasi struktural. Dalam kurun waktu 2019 – 2023 terjadi penurunan karhutla sebesar 47%. Saat ini tingkat pencemaran udara dan kebasahan di Desa Tumbang Nusa, Kabupaten Pulang Pisau masih berwarna hijau kategori baik,” ucap Frans.
Frans mengaku dalam upaya pengendalian mengalami beberapa kendala yang dihadapi. Edukasi dan sosialisasi masyarakat tingkat tapak, masih perlu ditingkatkan. Ia bercerita seringkali oknum masyarakat pendatang, melakukan aktivitas di sepanjang sungai yang rawan terjadi kebakaran, namun kurang bijaknya penggunaan api yaitu puntung rokok tidak dimatikan sehingga bisa menimbulkan kebakaran.
Diketahui Desa Tumbang Nusa merupakan salah satu desa prioritas restorasi BRGM yang terletak di Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah. Desa ini termasuk salah satu wilayah yang rawan mengalami kebakaran.
Di desa ini telah dibangun IRG berupa sumur bor sebanyak 270 unit, dan 3 sekat kanal yang rutin dilakukan pemeliharaan dan perbaikan oleh BRGM bersama Kelompok Masyarakat, serta pemberian 5 paket revitalisasi mata pencaharian masyarakat.
“Pembuatan sekat kanal ini berfungsi untuk menahan air untuk membasahi lahan gambut, sekaligus membantu kami untuk melakukan pemadaman ketika lahan gambut terbakar. Pembuatan sekat kanal di Desa Tumbang Nusa ada 3 unit, dan 270 unit sekat kanal,” ujar Ketua MPA Perintis Tumbang Nusa Silfanus.
Titi, Ketua Kelompok Masyarakat Nusa Berseri, merupakan salah satu kelompok masyarakat yang mendapatkan bantuan revitalisasi ekonomi. Kelompok Masyarakat Nusa Berseri beranggotakan 15 anggota, yang mengelola pengelolaan lebah lukit dan pembibitan pohon belerengan.
“Budidaya sarang lebah dan budidaya pohon beleren sangat membantu kami dari segi perekonomian, sehingga tidak perlu membuka lahan dengan cara membakar,” kata Titi.
(anl/ega)