Legislator Soroti Badai PHK, Minta Pemerintah Cari Win-Win Solution




Jakarta

Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo menyoroti badai PHK yang saat ini tengah melanda Indonesia, terutama akibat perlambatan laju pertumbuhan industri tekstil dan pakaian. Ia meminta pemerintah mencari win-win solution.

“Kondisi ini sangat memprihatinkan, dampak perekonomian Indonesia yang tidak stabil membuat masyarakat kehilangan mata pencahariannya. Hal ini bisa membuat angka pengangguran bertambah. Pemerintah harus segera beri solusi yang terbaik,” kata Rahmad dalam keterangan tertulisnya, Kamis (15/8/2024).

Politikus PDIP ini menilai salah satu penyebab terjadinya badai PHK ini adalah karena iklim investasi yang kurang baik. Menurutnya, karena itu perusahaan harus melakukan perpindahan lokasi usaha, yang mengakibatkan banyaknya pekerja yang di-PHK.

IKLAN

GULIR UNTUK MELANJUTKAN DENGAN KONTEN

Iklim investasi merupakan kebijakan, institusional, dan kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap tingkat pengembalian dan risiko suatu investasi. Rahmad juga menekankan pentingnya hubungan antara karyawan dan pemberi kerja.

“Iklim investasi juga harus kita jaga dengan baik, artinya hubungan industrial antara pekerja dengan industri maupun pengusaha itu juga harus berjalan harmonis, karena salah satu penyebab PHK itu karena ada relokasi pabrik dari Jabodetabek ke luar Provinsi atau Jabodetabek,” jelasnya.

Lebih lanjut, Rahmad mengatakan menjaga iklim investasi antara pelaku industri dengan para pekerja bisa menjadi jalan keluar yang menguntungkan semua pihak. Ia menyebut, upaya ini juga harus dimediasi oleh Pemerintah.

“Kita jaga hubungan harmonis antara pekerja dengan industri sehingga solusi dari persoalan tidak harus dengan PHK, tidak harus dengan alokasi pabrik atau berpindah tempatnya yang dapat menyebabkan PHK,” terang Rahmad.

“Pemerintah, terutama Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) harus bisa menjadi mediator sehingga tercipta win-win solution,” sambungnya.

Rahmad juga menilai Pemerintah perlu mempertimbangkan pemberian insentif fiskal dan non-fiskal kepada industri tekstil dan pakaian jadi yang sedang mengalami masa-masa sulit. Insentif ini dapat berupa pengurangan pajak, subsidi produksi, atau dukungan pembiayaan untuk membantu perusahaan menghadapi kesulitan dan mendorong pertumbuhan kembali.

“Dengan begitu kita harap dapat menekan dampak ekonomi dari masyarakat yang terkena PHK,” ungkap Rahmad

Data Kemenaker menunjukkan terdapat 101.536 karyawan yang terkena PHK dari Januari hingga Juni. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat hingga akhir 2024. Rahmad menyebut, besarnya jumlah angka PHK itu harus mendapat perhatian lebih dari Pemerintah.

“Melihat angka tersebut bisa menjadi parameter bahwa ini adalah isu penting yang harus segera diambil tindakan dan dicari solusinya. Kasian rakyat yang kehilangan mata pencahariannya,” tegasnya.

Rahmad berharap pihak perusahaan tetap memenuhi tanggung jawabnya kepada para karyawan meski dalam keadaan sulit.

“Perusahaan wajib memberikan hak-hak karyawan, termasuk pesangon dan gaji yang belum dibayarkan saat memutuskan melakukan PHK. Ini ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan dan Cipta Kerja,” katanya.

“Pemerintah juga harus mengawal dan mengawasi hak pekerja yang di-PHK terbayar sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Tidak boleh hak-hak pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja terabaikan,” tutup Rahmad.

Dilansir detikfinance, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, yang mengakui adanya penutupan sejumlah pabrik di Jawa Barat. Mantan Ketua Umum HIPMI ini mengatakan, ada sejumlah pabrik yang menutup usahanya di Jawa Barat. Tapi ada juga yang hanya memindahkan basis produksinya ke wilayah lain.

“Kemudian PHK massal, benar terjadi PHK di beberapa tempat di Jawa Barat. Ini ada dua, satu relokasi pabrik dari Jawa Barat ke daerah lain, ada juga yang memang pabriknya ditutup,” katanya dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Investasi/Kepala BKPM, Jakarta, Senin (29/7/2024).

Bahlil menyebut ada dua penyebab utama yang membuat industri tekstil tertekan. Pertama menyangkut persoalan mesin tua dan kedua soal biaya keekonomian yang tinggi dibanding negara lain.

“Masalahnya ada dua, mesinnya tua, kedua biaya ekonominya tinggi dibanding negara lain. Ini terkait produktivitas kerja kita. Kita harus cari jalan tengah,” sebut dia.

Di satu sisi, hak-hak buruh harus bisa terpenuhi dengan baik. Namun Bahlil berpesan kepada buruh untuk memperhatikan keberlangsungan perusahaan. Pasalnya jika pabrik sampai tutup maka kerugian akan dirasakan semua pihak.

“Hak-hak buruh harus diperhatikan. Buruh juga harus perhatikan keberlangsungan perusahaan. Kalo tutup kan rugi semua,” tuturnya.

(eva/aik)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *