Viral KTP Dicatut, Kenneth DPRD Jakarta Desak Bawaslu dan KPU Tegas




Jakarta

Masyarakat Jakarta dihebohkan dengan isu dugaan pencatutan Kartu Tanda Penduduk (KTP), untuk mendukung Bakal Calon Gubernur (Bacagub)-Bakal Calon Wakil Gubernur (Bacawagub) jalur independen, Dharma Pongrekun dan Kun Wardana.

Menanggapi hal itu, Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Hardiyanto Kenneth meminta kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk menindak dugaan adanya kecurangan dalam proses Pilkada 2024. Dan harus segera memproses penanganan pelanggaran tersebut secara serius.

“Bawaslu harus bertindak cepat dalam menindaklanjuti pelanggaran pencatutan KTP dukungan kepada pasangan jalur independen ini. Bawaslu harus proaktif, tidak perlu menunggu masuknya laporan untuk memproses adanya indikasi dugaan pencatutan syarat dukungan calon perseorangan,” tegas Kenneth dalam keterangannya, Minggu (18/8/2024).

IKLAN

GULIR UNTUK MELANJUTKAN DENGAN KONTEN

Oleh karena itu, pria yang akrab disapa Bang Kent itu meminta kepada korban pencatutan dukungan untuk segera melapor ke Bawaslu dan pihak kepolisian. dan jika terbukti melakukan pencatutan, Bawaslu harus memberikan sanksi tegas terhadap calon independen.

“Jika terbukti melakukan pencatutan, Bawaslu harus memberikan sanksi tegas berupa penolakan pendaftaran. Bahkan penyelenggara dan calon independen yang terbukti bisa dikenakan sanksi pidana,” ketus Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta itu.

Kent pun membeberkan pasal yang dimaksud, yakni dalam Undang-undang Pilkada mengatur bahwa manipulasi dukungan bagi calon perseorangan merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam UU No. 8 Tahun 2015 dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota

Dalam Pasal 185 UU 8 Tahun 2015 Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar atau menggunakan identitas diri palsu untuk mendukung pasangan calon perseorangan menjadi calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur, calon Bupati dan calon Wakil Bupati, dan calon Walikota dan calon Wakil Walikota dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp 12.000.000,00 (dua belas juta Rupiah) dan paling banyak Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta Rupiah).

Sedangkan, Pasal 185A UU 10 Tahun 2016 (1) Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan daftar dukungan terhadap calon perseorangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta Rupiah) dan paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta Rupiah).

Bukan hanya perorangan, jika penyelenggara pemilu yang terbukti tidak melakukan verifikasi atas dukungan calon perseorangan juga bisa diancam pidana penjara dan denda sebagaimana diatur dalam UU Pilkada.

Pasal 186 ayat (2) UU 1/2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota: Anggota PPS, anggota PPK, anggota KPU Kabupaten/Kota, dan anggota KPU Provinsi yang dengan sengaja tidak melakukan verifikasi dan rekapitulasi terhadap calon perseorangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta Rupiah) dan paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta Rupiah).

Tak hanya itu, kata Kent, tindak pidana pencurian data pribadi (identity theft), dapat juga dijerat menggunakan Pasal 67 Ayat (1) dan (3) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Pelindungan Data Pribadi (PDP) yakni dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau pidana denda maksimal Rp 5 miliar.

“Bawaslu harus serius dalam hal menyikapi masalah ini, karena penggunaan data yang tidak benar ada sanksi pidananya. Maraknya permasalahan kebocoran data, saya menilai adalah akibat dari pengelolaan dan perlindungan data pribadi yang sangat buruk, dan oleh karena itu demi terciptanya semangat Pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil maka KPU harus menentukan sikap dan berani untuk menolak pendaftaran Bakal Calon Gubernur (Bacagub)-Bakal Calon Wakil Gubernur (Bacawagub) jalur independen, Dharma Pongrekun dan Kun Wardana yang akan di mulai dari tanggal 27-29 agustus 2024 nanti,” tegas Ketua IKAL PPRA LXII Lemhannas RI itu.

Dengan adanya kasus pencatutan data untuk Pilkada Serentak ini, Kent mempertanyakan kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam mencatat dan memverifikasi data pendukung calon independen. Ia menilai bahwa sistem verifikasi KPU lemah.

“Artinya pengawasan dalam proses verifikasi data pendukung calon independen ini lemah. KPU, sebagai lembaga yang dipercaya untuk mengelola dan menyelenggarakan pemilihan umum, harus mampu menjamin bahwa data yang digunakan adalah akurat dan sah,” paparnya.

Kent juga menyoroti kurangnya perlindungan data pribadi oleh Dinas Dukcapil Jakarta. Menurut Kent, Dukcapil Jakarta sebagai instansi yang mengelola data kependudukan harus memastikan bahwa data pribadi warga negara terlindungi dari penyalahgunaan.

“Kasus pencatutan KTP ini menunjukkan adanya kelalaian dalam melindungi data pribadi dari pihak-pihak yang tidak berwenang. Dukcapil Jakarta harus segera melakukan evaluasi dan perbaikan dalam sistem pengelolaan data untuk mencegah kejadian serupa di masa depan. Dukcapil Jakarta harus memastikan sistem perlindungan data pribadi diperkuat untuk mencegah pencatutan dan penyalahgunaan data,” pungkasnya.

(hnu/ega)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *