Awalnya TPS Liar, Kini Jadi Tempat Urban Farming Berkat Peran Ibu-ibu
Jakarta –
Pratik urban farming atau pertanian perkotaan kini kerap diterapkan oleh para masyarakat sebagai solusi untuk memanfaatkan lahan-lahan terbengkalai. Termasuk memanfaatkan lahan-lahan Tempat Pembuangan Sampah (TPS) liar.
Urban farming tidak sekadar menyediakan pangan lokal yang sehat, tetapi juga memberikan potensi ekonomi signifikan bagi masyarakat perkotaan. Manfaat ini telah dirasakan oleh warga di Kelurahan Sungai Pangeran, Palembang, yang menyulap lahan terbengkalai menjadi lahan hijau yang produktif.
“Bermula dari TPS liar yang menimbulkan dampak pencemaran lingkungan, menjadi lahan hijau yang merupakan langkah inovatif dan edukatif untuk menciptakan lingkungan lebih hijau dan sehat,” tutur Ketua Kelompok Dasawisma Pisang, RT 17 Kelurahan Sungai Pangeran, Palembang Yusraenati dalam keterangannya, Kamis (23/5/2024).
Yusraenati menjelaskan inisiatif ini tentu tidak lepas dari bantuan BRI lewat program Corporate Social Responsibility (CSR) BRI Peduli Bertani di Kota ‘BRInita’. Lewat program tersebut, pihaknya mendapat berbagai bantuan fasilitas dan infrastruktur Urban Farming.
Selain bantuan infrastruktur, lewat program BRInita, BRI memberikan bantuan guna meningkatkan kapasitas serta kapabilitas kelompok Dasawisma Pisang, antara lain pelatihan cara menanam hidroponik, pelatihan budidaya ikan, pelatihan pembuatan eco-enzyme (POC), dll.
“Kami senang bisa mendapatkan pelatihan mengenai cara-cara bercocok tanam dengan sistem hidroponik maupun cara pembudidayaan ikan lele dengan baik dan kami sudah punya kegiatan positif di sini,” ungkap Yusraenati.
Atas bantuan tersebut, lanjut Yusraenati, pihaknya pun telah merasakan berbagai manfaat mulai dari manfaat secara ekonomi hingga kelestarian lingkungan sekitar.
Pasalnya, area pemukiman yang sebelumnya lokasi penimbunan sampah di atas sungai sudah lagi tidak berbau sampah dan juga lebih nyaman. Dengan begitu, daya tarik warga lokal akan lingkungan mereka pun semakin meningkat.
Selain itu, produktivitas lingkungan pun semakin bertambah dan memberikan nilai ekologis bagi warga Sungai Pangeran. Alhasil, area yang dulu terbengkalai, kini sudah menjadi sarana edukasi, rekreasi, serta relaksasi bagi warga sekitar.
Yusraenati menilai manfaat yang dirasakan oleh warga Sungai Pangeran merupakan dampak dari menjalani hidup seimbang dengan alam. Hal tersebut juga menunjukkan menjaga keseimbangan ekosistem dan menggunakan sumber daya alam secara bijaksana dapat memberikan manfaat yang cukup besar.
Yusraenati menjelaskan konsep urban farming yang sudah dijalankan sejak Mei 2023, yang dimulai dengan pembangunan fasilitas BRInita serta pemberian 200 benih lele untuk dibudidayakan. Kelompok Dasawisma Pisang juga sudah menghasilkan empat kali panen sayuran (bayam brasil, pakcoy, selada, bawang merah, sawi, cabai, dan kangkung), empat kali panen ikan lele, dan delapan produk olahan.
Kelompok Dasawisma Pisang pun telah melakukan panen sayur selama Juni hingga September 2023 sebesar 67,35 kilogram. Sedangkan untuk panen lele, Kelompok Dasawisma Pisang bisa melakukan panen mencapai 35 kilogram. Selain hasil secara ekonomis, program ini juga mendorong peningkatan keahlian bagi Kelompok Dasawisma Pisang dalam budidaya ikan lele dan hidroponik.
“Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada BRI melalui BRInita yang telah mendukung kami secara maksimal dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat sekitar,” ucap Yusraenati.
Sejalan dengan Tujuan SDG’s
Sementara itu, Wakil Direktur Utama BRI Catur Budi Harto mengungkapkan program BRInita yang dilaksanakan oleh Kelompok Dasawisma Pisang Palembang sejalan dengan tujuan Sustainable Development Goal (SDG’s).
Pasalnya, program ini dirancang untuk menjaga peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara berkesinambungan, menjaga keberlanjutan sosial masyarakat, menjaga kualitas lingkungan hidup dan pembangunan yang inklusif dari generasi ke generasi.
Catur menambahkan, urban farming di Sungai Pangeran turut menghadirkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan meningkatkan produktivitas sektor pertanian dan perikanan di lahan sempit perkotaan. Program ini juga menciptakan alur produktivitas, serta konsumsi yang berkelanjutan dari olahan tanaman hidroponik dan budidaya ikan.
“Program ini tidak hanya di satu titik saja, tetapi di 21 titik di Indonesia. Harapannya program ini secara kontinyu terus berjalan sehingga menjadi wadah positif bagi masyarakat. Kisah inspiratif yang ditunjukkan oleh Kelompok Dasawisma Pisang diharapkan dapat ditiru oleh kelompok-kelompok lainnya,” pungkas Catur.
(prf/juga)