4 Catatan Anggota DPR soal Perundungan di PPDS Undip
Jakarta –
Universitas Diponegoro (Undip) mengakui ada kasus bullying atau perundungan di dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay menyebut aparat penegak hukum harus proaktif menindaklanjuti pernyataan Undip dan pihak RS Kariadi.
“Kelihatannya, Undip dan RS Kariadi ingin membuka kasus ini. Harus disambut secara proaktif oleh aparat penegak hukum. Apalagi, sudah ada pelaporan yang disampaikan secara resmi ke pihak kepolisian,” ujar Saleh kepada detikcomMinggu (15/9/2024).
“Bagi kita, seluruh jenis perundungan harus dihentikan. Bertentangan dengan semangat pendidikan dan pelayanan kesehatan. Masyarakat pasti mendukung agar kasus ini dihentikan secepatnya,” katanya.
Saleh memberikan beberapa catatan terkait kasus perundungan ini. Pertama, setiap orang yang bersalah harus dimintai pertanggungjawabannya sesuai peran dan tingkat kesalahannya. Tidak boleh ada pilih kasih. Menurut Saleh, keadilan harus ditegakkan.
“Kedua, penelusuran kasus perundungan ini tidak boleh dibatasi hanya di Undip. Semua kampus yang melaksanakan PPDS harus diperiksa. Semua harus ditangani secara menyeluruh,” kata Saleh.
Ketiga, guru besar dan dosen pembimbing diminta untuk ikut berperan dalam memberikan informasi. Selain itu, mereka juga dituntut untuk berpartisipasi untuk menghentikan agar kasus seperti ini tidak terjadi.
“Keempat, mahasiswa PPDS yang mengalami perundungan, diminta untuk melaporkan ke pihak terkait, termasuk ke DPR. Tidak boleh takut. Tindakan perundungan adalah kejahatan. Karena itu, harus kita lawan secara bersama,” sambungnya.
Senada, anggota Komisi IX DPR fraksi PDIP Rahmad Handoyo mengapresiasi pihak Undip maupun RS Kariadi yang mau terbuka terkait kasus ini.
“Yang pertama tentu kita berikan rasa hormat dan terimakasih dan apresaiasi atas keterbukaan yang dilakukan oleh Dekan FK Undip maupun Direktur RS Kariadi. Ini saya kira ambil positif dengan keterbukaan dan keterusterangan adanya perundungan ini sebagai sebauh langkah yang baik melakukan pembenahan,” katanya.
Sebelumnya, Dekan FK Undip Yan Wisnu Prajoko mengakui ada iuran sebesar 20-40 juta bagi mahasiswa baru PPDS. Padahal, Yan selaku dekan FK, mengaku pernah membatasi iuran itu dalam surat edaran pada 25 Maret 2024. Dalam surat edaran terkait pencegahan perundungan itu, iuran bagi mahasiswa PPDS dibatasi hanya Rp 300 ribu.
“Saya melihat apa yang disampaikan tadi terkait iuran kalau kita mendengarkan pelaku terkait iuran mereka akan menjelaskan rasional kenapa harus iuran. Tapi saya tahu setahu-tahunya bahwa di balik rasional pembenaran Anda, Anda itu maksudnya pelaku,” kata Yan Wisnu di Aula FK Undip, Tembalang, Semarang, dilansir detikJateng, Jumat (13/9/2024).
“Itu tidak bisa diterima oleh publik sehingga saya merasa itu memang harus dihapuskan,” kata Yan.
(isa/imk)