Hakim Cecar Eks Dirut PT Timah soal Harga Istimewa ke Smelter Harvey Moeis
Jakarta –
Jaksa menghadirkan eks Dirut PT Timah Tbk, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengelolaan timah. Hakim mencecar Riza soal harga istimewa sewa peleburan peralatan pengolahan pelogaman timah untuk peleburan swasta yang diwakili Harvey Moeis.
Riza bersaksi untuk terdakwa Harvey Moeis yang mewakili PT Refined Bangka Tin (PT RBT), Suparta selaku Direktur Utama PT RBT sejak tahun 2018, dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT sejak 2017 di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (26/9/2024). Riza mengakui PT RBT mendapat harga sewa paling mahal dibanding empat peleburan swasta lainnya, yakni USD 4.000 per ton SN.
Sementara itu, harga sewa yang diberikan PT Timah ke empat peleburan swasta lainnya hanya USD 3.700 per ton SN. Empat peleburan swasta itu adalah PT Stanindo Inti Perkasa, PT Tinindo Internusa, PT Sariwiguna Binasentosa, dan CV Venus Inti Perkasa.
“Apakah benar kemudian harga untuk RBT yang tertinggi?” tanya ketua majelis hakim Eko Aryanto.
“4.000,” jawab Riza.
“Terus yang lainnya 3.700?” tanya hakim.
“3.700,” jawab Riza.
Hakim mencecar Riza terkait perbedaan harga sewa tersebut. Hakim bertanya alasan PT Timah memberikan harga istimewa untuk sewa peleburan peralatan pengolahan pelogaman ke PT RBT.
“Kenapa seperti itu? Saudara yang bikin perjanjian, yang tanda tangan. Coba jelasin. Nggak apa-apa, Pak, dijelasin. Kok diistimewakan RBT, ada apa?” cecar hakim.
“Saya secara detail waktu itu ya, persiapan penyusunan program terus itu kan yang memimpin ya, teroperasi, Yang Mulia. Tapi setahu saya waktu itu, ada mungkin nanti Pak Dir Ops (Emil Ermindra) bisa lebih menjelaskan lebih…,” jawab Riza.
“Tidak, benar bertanya Ayah sekarang. Jangan dipindahtangankan ke orang lain,” kata hakim.
“Ya, Pak. Kenapa RBT 4.000…,” timpal Riza, yang lalu dipotong hakim.
“Mudah saja pak, penjelasannya tidak perlu panjang-panjang gan. Kenapa gitu lho?” cecar hakim.
“Saya pernah dapat info, diinfokan bahwa RBT punya ISO (organisasi internasional untuk standardisasi), punya proper lingkungan segala macam itu,” jawab Riza.
Riza mengatakan PT RBT yang diwakili Harvey Moeis memiliki ISO (organisasi internasional untuk standardisasi) dan lebih memenuhi syarat. Dia mengatakan alasan itulah yang menjadi pertimbangan PT Timah memberikan harga sewa lebih mahal ke PT RBT dalam kerja sama sewa peleburan peralatan pengolahan pelogaman timah.
“Apa kaitanya angka 4.000 ini lho, kenapa? Coba jawab yang simpel saja, Pak, kenapa ada 4.000, ada 3.700?” tanya hakim.
“Ya tadi, Pak,” jawab Riza.
“Yang itu ISO?” tanya hakim.
“Iya, itu yang aku dengar,” jawab Riza.
“Jadi lebih memenuhi syarat?” tanya hakim.
“Lebih memenuhi syarat,” jawab Riza.
“Lebih tinggi dia? Apakah dia lebih tinggi?” tanya hakim.
“Iya, Pak,” jawab Riza.
Berdasarkan surat dakwaan jaksa penuntut umum, kerugian keuangan negara akibat pengelolaan timah dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun. perhitungan itu didasarkan pada Laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara di kasus timah yang tertuang dalam Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tertanggal 28 Mei.
“Bahwa akibat perbuatan Terdakwa Suranto Wibowo bersama-sama Amir Syahbana, Rusbani alias Bani, Bambang Gatot Ariyono, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Emil Ermindra, Alwin Albar, Tamron alias Aon, Achmad Albani, Hasan Tjhie, Kwan Yung alias Buyung, Suwito Gunawan alias Awi, m.b. Gunawan, Robert Indarto, Hendry Lie, Fandy lingga, Rosalina, Suparta, Reza Andriansyah dan Harvey Moeis sebagaimana diuraikan tersebut di atas telah mengakibatkan kerugian Keuangan negara sebesar Rp 300.003.263.938.131,14,” ungkap jaksa saat membacakan dakwaan Harvey di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (24/8).
(mib/zap)