Polisi Ungkap Modus ‘Patroli Malam’ Terkait Pencabulan Santriwati di Bekasi




Jakarta

Dua orang inisial S (52) dan MH (29) telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pencabulan santriwati di sebuah pondok pesantren daerah Kabupaten Bekasi. Polisi mengungkap adanya modus ‘patroli malam’ di balik aksi bejat pelaku.

Wakapolres Metro Bekasi AKPB Saufi Salamun mengatakan S dan MH merupakan bapak dan anak selaku pengelola ponpes tersebut. Keduanya diketahui kerap melakukan patroli di malam hari berupa mengetuk pintu kamar tiap santriwati sebelum melakukan aksi bejatnya.

“Pelaku melakukan perbuatannya dengan modus patroli malam serta mengetuk satu-persatu pintu kamar dan melakukan aksinya,” kata Saufi kepada wartawan, Selasa (1/10/2024).

IKLAN

GULIR UNTUK MELANJUTKAN ISI

Saufi mengatakan tersangka S dan MH melakukan perbuatan cabulnya terhadap santri yang mengikuti kegiatan mengaji. Perbuatan pelaku terungkap saat salah satu korban melapor kepada orang tuanya.

“Kami telah mengamankan pelaku dan saat ini sedang dalam proses penyidikan lebih lanjut. Kami sangat menyesalkan adanya tindakan yang tidak bermoral ini terjadi di tempat yang seharusnya menjadi wadah pembelajaran agama. Pihak kepolisian akan bertindak tegas dalam menangani kasus ini agar keadilan bagi para korban dapat ditegakkan,” ujar Saufi.

Kedua pelaku kini telah ditetapkan sebagai tersangka. Keduanya dijerat dengan Pasal 82 UU Nomor 17 tahun 2016 tentang perlindungan anak.

“Penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 belas tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000 (Rp 5 miliar),” katanya.

Sebelumnya, ayah dan anak inisial S dan MHS, pemilik sebuah pondok pesantren (ponpes) di Karangbahagia, Kabupaten Bekasididuga mencabuli tiga orang santriwati kini telah ditangkap. Keduanya merupakan ayah dan anak yang mengelola ponpes tersebut.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indardi mengatakan aktivitas di ponpes tersebut kini juga telah dihentikan. Langkah itu dilakukan lantaran banyak korban yang belum berani melapor. Ia menilai para korban merasa malu dan takut.

“Kasus ini membuat aktivitas di pesantren tersebut terhenti total, dengan banyak korban yang belum berani melaporkan peristiwa ini karena merasa takut dan malu,” kata Ade Ary dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (28/9).

(yg/yg)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *