Doli Kurnia dan Legacy Komisi II Cetak Rekor 160 UU
Jakarta –
Komisi II DPR periode 2019-2024 telah menghasilkan 160 undang-undang. Komisi II DPR memang bertekad membangun legacy di Senayan.
“Kami Alhamdulillah sudah bisa menghasilkan 160 undang-undang. Komisi II, dan informasinya katanya ini baru pertama komisi yang paling banyak selama Republik ini berdiri,” kata Ketua Komisi II DPR periode 2019-2024 Ahmad Doli Kurnia dalam keterangan tertulis, Sabtu (5/10/2024).
“Satu periode. Jadi Alhamdulillah 160 undang-undang,” sambungnya.
Dalam perbincangan dengan wartawan, Doli bercerita awal mula Komisi II DPR mencanangkan legacy tersebut. Mulanya, waktu di awal periode rapat, Doli melihat Komisi II ini ada komposisi yang unik juga.
“Isinya sebagian besar adalah aktivis dan mantan kepala daerah. Entah kenapa waktu itu seluruh pimpinan di awal itu, itu aktivis semua tuh,” ungkap Doli.
“Saya ketua, wakilnya yang dari PDIP Arif Wibowo. Terus kemudian Saan Mustopa,” sambungnya.
Doli bercerita di Komisi II DPR RI ada Yaqut Cholil Qoumas yang sekarang merupakan Menteri Agama sekaligus Ketua GP Ansor. Di samping itu, ada juga Sekjen PPP sekarang Terus sama Muhamad Arwani Thomafi.
“Nah itu komposisi awal,” papar Doli.
Selain itu anggota Komisi II DPR juga banyak yang mantan kepala daerah. Sehingga semuanya punya concern yang sama untuk menyelesaikan Undang-undang bidang politik.
“Nah, anggotanya itu mantan-mantan kepala daerah. Ada Pak Heru Sudjatmoko yang mantan Wakil Gubernur Jawa Tengah, ada Cornelis mantan Gubernur Kalimantan Barat,” ungkap Doli.
“Terus kemudian ada sejumlah bupati. Ada Mohamad Muraz yang mantan Walikota Sukabumi, ada Awang Faroek,” imbuhnya.
Ketika melaksanakan rapat, Doli menyebut Komisi II DPR adalah komisi yang sangat strategis. Karena membicarakan tentang soal jalan atau tidaknya sistem pemerintahan dan politik di Indonesia ini.
“Apa yang ingin kita lakukan? Saya akan bahas dulu,” kata Doli.
“Nah akhirnya kita bertekad bahwa kita harus punya legacy terhadap sistem pemerintahan dan politik yang menjadi tanggung jawab kita di Komisi II selama lima tahun ke depan,” sambungnya.
Ada beberapa undang-undang yang menjadi fokus Komisi II DPR periode lalu. Pertama Undang-undang Pemilu, yang kedua undang-undang Pilkada. Beberapa akan dilanjutkan dalam Komisi II DPR periode mendatang.
“Kenapa Undang-undang Pemilu? Karena waktu itu habis Pemilu,” kata Doli.
“Jadi saya menganggap kalau kita membahas undang-undang Pemilu dekat Pemilu, itu jadi bias. Ada ‘vested’ dan segala macam,” sambungnya.
Oleh karenanya, kata Doli, dalam situasi yang agak tenang, waktu cukup, pihaknya mulai merevisi undang-undang Pemilu. Ketiga Undang-undang Partai Politik. Saat itu Komisi II DPR membahas tentang bagaimana negara harus punya tanggung jawab terhadap partai poitik.
“Setelah itu kita komunikasi, ternyata rupanya memang pandangannya sama, LIPI waktu itu juga punya pandangannya sama, pokoknya partai harus menjadi tanggung jawab negara,” papar Doli.
Keempat adalah Undang-undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3). Jadi MD3 itu menurut Doli, memang harus didudukkan lagi.
“Tidak ada hubungannya sama sekali dengan hasil Pemilu 2024, soal penggantian ketua segala macam, itu gak ada. Itu udah kita buat di 2019,” lanjut Doli.
Kelima, Undang-undang Pemerintah Daerah. Terutama soal desain besar otonomi daerah. Sekarang di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) ada 329 calon daerah otonomi baru yang teregistrasi. Tapi ada kebijakan moratorium di 2014.
“Tapi kita melihat gak bisa nih ditahan lama-lama. Kalau saya memandang pemekaran itu sebuah keniscayaan,” terang Doli.
“Jadi sederhananya gini, jumlah penduduk Indonesia ini kan makin lama makin bertambah, gak mungkin makin berkurang. Jadi artinya kalau makin bertambah, kebutuhannya, kepentingannya jadi juga pasti bertambah,” lanjutnya.
“Nah sekarang siapa yang memfasilitasi kebutuhan dan segala macam itu? Kan pemerintah. Jadi memang harus dibuat sentra-sentra pelayanan publik baru. Ya wujudnya pemerintah daerah,” terang Doli.
“Cuma problem-nya, kan selalu yang dikemukakan oleh pemerintah soal dana, anggaran gak cukup. Memang besar sekali,” imbuhnya.
Menurut Doli, soal anggaran itu bisa jadi yang nomor 2. Hal yang penting menurutnya adalah desainnya. Selain itu Doli juga menaruh perhatian kepada UU DPRD, undang-undang Pemerintah Desa dan undang-undang hubungan pemerintah pusat dan daerah.
“Undang-undang tentang DPRD. Saya ini yang usulkan,” papar Doli.
Doli melihat DPRD di Indonesia lucu. Jika ditanya soal fungsi, sama dengan DPR RI; legislasi, budgeting dan pengawasan.
“Tapi di dalam pengaturan dan implementasinya, DPRD kayak cap stempel pemerintah aja,” pungkasnya.
(anl/ega)