Anggota Baleg DPR Harap RUU P2MI Perketat Regulasi-Sanksi Agen TKI Ilegal
Jakarta –
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Evita Nursanty menegaskan Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) yang sudah disahkan sebagai RUU inisiatif DPR sangat diperlukan untuk menangani permasalahan pekerja migran. Ia ingin revisi ini dapat memperketat regulasi dan sanksi bagi agen tenaga kerja ilegal.
“RUU P2MI diharapkan dapat memperketat regulasi dan sanksi bagi agen tenaga kerja ilegal yang memanfaatkan PMI untuk kepentingan eksploitasi di luar negeri,” kata Evita Nursanty dalam keterangannya, Jumat (21/3/2025).
Apalagi, menurut Evita, TPPO sudah masuk sebagai modus perbudakan modern yang terjadi akhir-akhir ini sehingga keberadaan RUU P2MI nantinya diharapkan dapat menjadi payung hukum yang semakin melindungi pekerja migran.
IKLAN
Gulir untuk melanjutkan konten
Evita mengatakan RUU P2MI juga diharapkan dapat meningkatkan perlindungan hukum bagi PMI. Termasuk mekanisme bantuan hukum dan perlindungan bagi korban TPPO.
“Dengan RUU ini, kita ingin memastikan negara memiliki sistem pengawasan yang lebih ketat dalam mengontrol keberangkatan PMI ke negara-negara dengan risiko tinggi perdagangan orang,” tambah Evita.
Evita menyebut DPR akan memastikan kebijakan yang dihasilkan lewat RUU P2MI benar-benar melindungi WNI agar tidak lagi menjadi korban perdagangan orang di luar negeri. Ia ingin pengawasan terkait PMI harus semakin ditingkatkan.
“Sudah banyak sekali anak-anak bangsa yang tertipu dan menjadi korban perdagangan orang atas iming-iming pekerjaan bergaji besar di luar negeri. Tak sedikit juga yang kemudian disiksa dan melakukan pekerjaan paksa, atau mengalami bentuk-bentuk kekerasan lainnya,” urainya.
RUU P2MI sendiri merupakan usul inisiatif Badan Legislasi DPR yang mulai dibahas sejak akhir Januari 2025 dan sudah disahkan menjadi RUU inisiatif DPR pada Kamis (20/3). RUU P2Mi juga masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.
Total ada 29 perubahan dalam RUU perubahan ketiga tentang perlindungan pekerja migran Indonesia (P2MI). Sejumlah perubahan itu antara lain menyangkut kategori pekerjaan migran dalam Pasal 4.
Selain itu, dalam Pasal 5 dan 6 mengatur syarat pekerja migran Indonesia, serta kewajiban bagi mereka. Ada juga Pasal 8 mengenai perlindungan PMI sebelum bekerja.
Dalam RUU tersebut, Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesian (BP2MI) juga dihapus dalam revisi UU P2MI dan diganti menjadi Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Payung hukum mengenai BP2MI sebelumnya diatur dalam Pasal 26 UU P2MI. Namun pasal itu diusulkan dihapus.
Evita pun menekankan RUU P2MI juga harus menjadi dasar Pemerintah untuk mendata seluruh pekerja migran Indonesia yang pergi ke luar negeri.
“Perubahan UU P2MI harus menjadi dasar Pemerintah melakukan pendataan PMI secara masif di setiap negara,” sebut Evita yang juga merupakan Wakil Ketua Komisi VII itu.
Legislator PDIP ini mengusulkan agar RUU P2MI memberikan ruang dan kesempatan bagi pekerja migran Indonesia yang bekerja secara ilegal untuk melaporkan diri ke KBRI atau ke KJRI di negara tempat mereka bekerja jika mendapatkan kekerasan. “Termasuk memberikan sanksi yang lebih tegas kepada pihak atau perusahaan yang merekrut PMI dan menempatkan mereka secara ilegal,” tutup Evita.
Simak juga Video ‘Temui Menkomdigi, Menteri P2MI Minta Bantuan Perlindungan Siber’:
(EVA/LIR)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini