RI Berpotensi Kehilangan Rp546 T per Tahun Imbas Pembangkangan Pajak
Jakarta, CNN Indonesia –
Bank Dunia mencatat Pemerintah Indonesia rata-rata kehilangan potensi penghasilan Rp546 triliun per tahun imbas ketidakpatuhan pajak.
Angka tersebut muncul berdasarkan analisis data perpajakan Indonesia pada 2016-2021. Hasilnya dituangkan dalam laporan berjudul Economic Policy: Estimating Value Added Tax (VAT) and Corporate Income Tax (CIT) Gaps in Indonesia yang terbit 2 Maret 2025 lalu.
Potensi hilang pendapatan itu terbagi dari dua sumber. Pertama, pajak pertambahan nilai (PPN) yang nilainya tembus Rp386 triliun.
IKLAN
Gulir untuk melanjutkan konten
Kedua, pajak penghasilan (PPh) Badan sebesar Rp160 triliun per tahun.
“Rata-rata kesenjangan kepatuhan PPN antara 2016-2021 mencapai 43,9 persen dari VAT Total Tax Liability (VTTL) atau 2,6 persen dari produk domestik bruto (PDB),” ungkap Bank Dunia.
“Secara nominal, kesenjangan kepatuhan tersebut mencapai rata-rata Rp386 triliun pada periode yang sama,” tegasnya.
Di sisi lain, World Bank mencatat Indonesia mampu mengumpulkan penerimaan dari PPN sebesar Rp412 triliun di 2016, tumbuh ke Rp481 triliun, tembus Rp537 triliun, sedikit merosot ke Rp532 triliun, anjlok ke Rp450 triliun, sampai akhirnya naik lagi ke Rp552 triliun pada 2021.
Di saat bersamaan, kesenjangan kepatuhan-nya juga besar dari tahun ke tahun senilai Rp339 triliun, Rp340 triliun, Rp351 triliun, Rp410 triliun, Rp463 triliun, dan Rp418 triliun.
Bahkan, Indonesia menjadi pemilik kesenjangan kepatuhan pajak tertinggi dibandingkan lima negara berkembang lain.
Sedangkan Filipina mencatat compliance gap 38 persen dari estimasi PPN yang seharusnya bisa dipungut, Kosta Rika 31 persen, Turki 20 persen, Bulgaria 10 persen, dan Afrika Selatan hanya 5 persen dari VTTL.
Sedangkan hilangnya potensi pendapatan dari PPh Badan alias Corporate Income Tax (CIT) rata-rata tembus Rp160 triliun setiap tahunnya. Ini setara 33 persen dari CIT Total Tax Liability (CTTL) alias 1,1 persen dari PDB.
“Fluktuasi yang cukup besar dari kesenjangan PPh Badan dapat terjadi akibat ketidaksesuaian angka penerimaan pajak dan estimasi kewajiban,” beber World Bank.
Ada faktor lain yang muncul dari tax amnesty alias pengampunan pajak yang pertama kali digelar pada 2016-2017 silam.
Kesenjangan akibat kebijakan yang dipilih pemerintah alias kesenjangan kebijakan dalam PPh Badan memang lebih besar ketimbang celah kepatuhan pajak. Bank Dunia mencatat ini setara 35,9 persen dari potensi yang ada atau 1,8 persen terhadap PDB.
Ini berbanding terbalik dengan potensi penerimaan yang hilang dari PPN lebih besar bersumber dari compliance gap.
“Secara rata-rata, estimasi kesenjangan (compliance gap dan policy gap) PPN dan PPh Badan mencapai 6,4 persen dari PDB atau Rp944 triliun antara 2016-2021,” tutupnya.
Total potensi hilangnya penerimaan pajak Rp944 triliun selama enam tahun itu dikantongi dari pembulatan sumber kehilangan compliance gap senilai Rp548 triliun. Lalu, ditambah potensi raibnya pendapatan pajak imbas policy gap sebesar Rp396 triliun.
(SKT/AGT)