Faktor Miris Ortu Dewasa tapi Childish Picu Marak Kekerasan Anak



Jakarta

Kasus kekerasan anak masih menjadi momok seluruh pihak untuk segera ditangani dan dicegah. Salah satu faktor kekerasan anak yang muncul yakni sikap orang tua yang rupanya kekanak-kanakan.

Salah satu contoh kasus kekerasan anak yang kini hangat adalah seorang bocah berusia 7 tahun ditemukan warga dalam kondisi mengenaskan di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, pada Rabu (11/6). Bocah bertubuh kurus kering dalam kondisi kelaparan itu diduga menjadi korban kekerasan orang tuanya.

Selanjutnya kasus seorang pria berinisial HOC (49) yang tega mencabuli keponakannya sendiri berusia 11 tahun. HOC yang kini sudah diproses hukum oleh polisi, turut memfoto korban untuk kebutuhan pribadinya.

Gulir untuk melanjutkan konten



Ditressiber Polda Metro Jaya mengungkapkan kasus ini terungkap berdasarkan informasi yang diperoleh dari National Center of Missing and Exploitation Children (NCMEC), bahwa ditemukan adanya pengunggahan konten berisi asusila terhadap anak di bawah umur pada 27 Mei 2025.

Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar menilai maraknya kasus kekerasan anak yang terjadi di lingkungan keluarga menyangkut kematangan sikap orang tua. Nasaruddin menilai sikap kekanak-kanakan orang tua perlu jadi perhatian.




“Sebetulnya yang perlu diperbaiki bukan hanya anak, tetapi orang tuanya juga bertanggungjawab, ada orang tua dewasa secara umur tetapi childish secara kepribadian. Ada juga anak anak masih muda kepribadiannya matang,” kata Nasaruddin usai meghadiri rangkaian Hari Anak Nasional di Bundaran HI, Jakarta Pusat, Minggu (20/7/2025).

Nasaruddin menilai sarana pendidikan yang paling aman adalah pondok pesantren (ponpes). Nasaruddin berpendapat pendidikan di ponpes dapat membuat lebih teratur dan terpantau.

“Maka kami mengimbau anak anak yang paling aman saat ini di pondok pesantren. Ponpes secara statistik anak yang lebih teratur, disiplin pola hidupnya lahir dan batin terpelihara, terkontrol saya kira ini yang sangat penting,” jelasnya.

Tampilan Gawai




Kasus Kekerasan Anak di DKI Jakarta Menurun
Ilustrasi anak menghadapi kekerasan. (Getty Images/Sorapop)


Menjelang Hari Anak Nasional (HAN) 2025 yang jatuh setiap tanggal 23 Juli, permainan tradisional diangkat lantaran maraknya kekerasan terhadap anak karena paparan gadget atau gawai. Menteri PPPA Arifatul Choiri Fauzi mengatakan permainan tradisional kini tidak banyak dikenal oleh anak, sementara gadget menjadi pilihan menghabiskan waktu.

“Kenapa kita fokus kepada permainan anak-anak tradisional berbasis kearifan lokal? Karena hasil analisa internal kami kasus yang kami tangani kekerasan terhadap anak, sumber persoalan penyebabnya karena pola asuh penggunaan gadget yang tidak bijak dan faktor lingkungan,” kata Arifatul dalam kesempatan yang sama.

Arifatul berharap pemainan tradisional ini dapat mengajak anak untuk lebih aktif bermain di luar tanpa gadget. Terlebih menurutnya permainan tradisional memiliki nilai sosial.

“Maka pada kesempatan HAN ini kita ingin mengajak anak anak Indonesia untuk kembali ke permainan tradisional supaya waktunya tidak banyak menggunakan gadget, tetapi dengan permainan tradisional bisa membangun kebersamaan diantara teman teman,” jelasnya.

Selain permainan tradisional, sejumlah kegiatan digelar dalam rangkaian Hari Anak Nasional di Bundaran HI, Minggu (20/7. Misalnya senam, menyanyikan lagu daerah hingga cerita kepahlawanan.

Puncak Hari Anak Nasional akan dipusatkan di Indragiri Hulu, Riau, pada Rabu (23/7) mendatang. Peringatan bakal digelar diseluruh sekolah di Indonesia.


Halaman 2 dari 2

(RFS/FCA)


Hoegeng Awards 2025


Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *