Anggota DPR Jelaskan Pasal TNI Jadi Penyidik di RKUHAP: Tak Ada Dwifungsi



Jakarta

Anggota Komisi III DPR RI Hinca Panjaitan menjawab sorotan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) terkait kewenangan TNI yang disebut lebih luas dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Hinca mengatakan kewenangan penyidik dimaksud hanya untuk TNI Angkatan Laut (AL) yang berkaitan dengan masalah perikanan.

“Tadi hubungannya dengan TNI dalam KUHAP itu dalam rangka TNI Angkatan Laut yang penyidik perikanan yang TNI dalam arti keseluruhannya tidak ada di situ,” kata Hinca di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (21/7/2025).

Hinca menjelaskan penyidik TNI yang dimaksud dalam RKUHAP adalah personel TNI AL. Dia mengatakan Panja RKUHAP menetapkan TNI AL dapat ikut melakukan pemeriksaan kejahatan di sektor perikanan.

Gulir untuk melanjutkan konten

“Konteksnya itu, konteks penyidik TNI maksudnya angkatan laut karena memang mereka di undang-undangnya memeriksa atau menyidik kejahatan di sektor perikanan,” tambanya.

Hinca menjamin tak ada dwifungsi ABRI di RKUHAP. Dia juga menjelaskan peran Polri sebagai penyidik utama.

“Nah, di sektor laut tentang ikan itu ada TNI AL, gitu. Maka muncul penyidik utama itu Polri dalam konteks mengkoordinirkan karena penyidikan itu nanti ada yang memberikan masukan. Tadi sudah dijelaskan tidak ada sama sekali dwifungsi ABRI di situ,” ujarnya.

Usulan YLBHI

YLBHI sebelumnya menyoroti empat pasal dalam draf revisi KUHAP. Pasal tersebut dinilai membuka ruang bagi TNI untuk memiliki kewenangan yang lebih luas, termasuk menjadi penyidik pada tindak pidana umum.

Hal itu disampaikan Ketua Umum YLBHI Muhammad Isnur dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi III DPR di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (21/7/2025). Isnur awalnya menyebutkan dua pasal, yakni Pasal 7 ayat (5) dan Pasal 20 ayat (2).

“Di Pasal 7 ayat (5)-nya, Pasal 20 ayat (2) pun ini menurut kami membuka ruang bagi TNI untuk menjadi penyidik pada tindak pidana umum dan melakukan upaya paksa,” ujar Isnur dalam rapat.

Isnur juga menyoroti Pasal 87 ayat (4) RKUHAP terkait penangkapan dan Pasal 92 ayat (4) terkait penahanan. Ia menyinggung soal daftar inventarisasi masalah (DIM) pemerintah yang menghapus frasa TNI Laut menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) saja.

“Pasal 87 ayat (4) dan 92 ayat (4), misalnya, mengatur bagaimana penangkapan dan penahanan oleh penyidik. Pada versi semula, DPR Hanya mencantumkan frasa TNI laut ya, namun dalam DIM versi pemerintah frasa angkatan laut tersebut dihapuskan,” ujar Isnur.

“Menurut kami hal ini berbahaya akan mengembalikan praktik dwifungsi ABRI dan akan mengacaukan sistem peradilan pidana,” tambahnya.

Isnur mengatakan keterlibatan TNI dalam penanganan kasus pidana umum akan memunculkan penyalahgunaan kewenangan. Menurut dia, hal itu berpotensi pelanggaran terhadap HAM.

“Pelibatan TNI di sini menurut kami sebagai penyidik kasus pidana umum potensial menormalisasi kesewenang-wenangan aparat penegak hukum, pelanggaran HAM bisa terjadi dalam urusan penangkapan, penahanan, penyitaan, penggeledahan, bahkan terhadap penetapan tersangka,” tambahnya.

YLBHI meminta ketentuan TNI menjadi penyidik untuk dihapus. Termasuk frasa penyidik utama di penyidik kepolisian.

“Kami juga menyampaikan hal ini sangat intens ke Komisi I ketika pembahasan di RUU TNI ya, waktu pembahasan transformasi peradilan militer,” kata Isnur.

“Jadi menurut kami rekomendasinya apa? Ini dihapus saja ketentuan TNI menjadi penyidik dan juga dihapus frasa penyidik utama di penyidik kepolisian,” tambahnya.

(Air/Musim Panas)


Hoegeng Awards 2025


Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *