Fadel Muhammad Sebut Banyak Pihak Usulkan Perubahan terhadap UUD




Jakarta

Wakil Ketua MPR RI dari kelompok DPD, Prof Fadel Muhammad mengatakan sejak diamandemen pada era Reformasi, Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 nyaris berusia seperempat abad. Sejak itu, banyak kelemahan yang ditemukan muncul dari UUD NRI 1945 hasil empat tahap perubahan.

Menurutnya, karena itu tidak berlebihan jika saat ini berbagai kalangan meminta UUD NRI 1945 hasil perubahan, itu segera disempurnakan. Salah satu alasan yang membuat UUD NRI 1945 perlu disempurnakan adalah kebutuhan melakukan penguatan terhadap lembaga MPR, DPR dan DPD RI.

“MPR misalnya, sejak UUD mengalami empat tahap perubahan, tugas dan kewenangannya berkurang secara signifikan. MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara,” kata Fadel dalam keterangan, Senin (29/7/2024).

IKLAN

GULIR UNTUK MELANJUTKAN DENGAN KONTEN

Dia mengatakan MPR juga tidak bisa mengeluarkan ketetapan yang mengikat ke luar. Bahkan lembaga tersebut tidak memiliki kewenangan membuat garis besar haluan negara, seperti sebelumnya.

Pernyataan itu disampaikan Fadel Muhammad saat mengantarkan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Penataan MPR, DPR, DPD RI di Masa Depan. Acara tersebut berlangsung di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara 5 Komplek Parlemen Senayan Jakarta, hari ini.

FGD itu menghadirkan narasumber tunggal Ketua Forum Aspirasi Konstitusi Prof. Jimly Asshiddiqie, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo selaku pembicara kunci.

“Perubahan itu menimbulkan efek yang besar. Hilangnya GBHN misalnya, membuat arah pembangunan nasional menjadi tidak jelas. Akibatnya proses pembangunan tak memiliki arah yang pasti, maju mundur tidak memiliki kejelasan,” ujar Fadel Muhammad.

Dia mengatakan, selain kelembagaan MPR, UUD 1945 terlalu kecil memberikan tugas dan wewenang kepada Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Itu membuat kehadiran DPD belum memberikan kontribusi yang signifikan kepada proses pembangunan daerah. Akibatnya, banyak daerah yang memandang sebelah mata atas kehadiran anggota DPD.

“Itulah sebagian kecil kelemahan yang kami rasakan ada pada UUD NRI 1945 hasil empat tahap perubahan. Karena itu, akan lebih baik jika penataan ulang dan penguatan lembaga legislatif, baik MPR, DPR maupun DPD, itu dilakukan melalui amandemen konstitusi. Minimal bisa dimulai pada periode MPR yang akan datang,” tutur Fadel.

Pernyataan serupa disampaikan Jimly Asshiddiqie. Menurut Jimly, merujuk waktu amandemen yang pernah dilakukan terhadap UUD NRI 1945 adalah sebuah keniscayaan jika saat ini dilakukan perubahan kelima. Apalagi, semakin lama semakin banyak kekurangan yang dirasa ada pada UUD 1945, termasuk pelaksanaan sistem demokrasi yang diterapkan sekarang.

“Pertama kita tidak boleh anti perubahan, karena amandemen itu adalah suatu keniscayaan. Apalagi usia konstitusi yang kita pakai sudah relatif cukup untuk dilakukan penyempurnaan,” kata Jimly.

“Ingat penyempurnaan, itu bukan berarti kembali kepada UUD 1945 sebelum perubahan. Penyempurnaan adalah perbaikan dari UUD yang kita pakai sekarang untuk diperbaiki. Kita tidak boleh menatap kebelakang, memakai UUD yang lama, kita harus memandang ke depan, memperbaiki apa yang ada saat ini untuk disempurnakan,” sambungnya.

Sedangkan pasal apa saja yang perlu diperbaiki, menurut Jimly, itu perlu didiskusikan secara matang. Termasuk menyangkut penguatan lembaga DPD, tidak boleh dilakukan dengan tergesa-gesa, tapi harus dengan pertimbangan matang.

“Yang penting, DPD jangan sampai mengganggu apalagi mengambil alih kewenangan yang selama ini sudah dimiliki DPR. Kalau itu bisa dijaga, niscaya penguatan lembaga legislatif melalui amandemen konstitusi bisa diwujudkan, minimal oleh MPR periode yang akan datang,” tutup Jimly.

(anl/ega)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *