Jika Novum Lemah, Harus Tak Diterima
Jakarta –
Pakar Hukum Pidana Universitas Bung Karno (UBK), Hudi Yusuf, menanggapi langkah retrospeksi (PK) yang diajukan terpidana kasus korupsi Mardani H Maming. Hudi menyebut setiap pengajuan PK itu harus ada novum baru, jika tidak PK layak ditolak.
“PK itu harus ada novum (bukti baru) jika dalilnya lemah, memang selayaknya PK harus tidak diterima oleh MA. Apalagi dalam pengadilan tingkat pertama, banding dan kasasi sudah kalah, artinya majelis hakim sebelumnya pasti sudah mendalami Judex facti dan Judex yuris yang mendukung putusannya,” kata Hudi dalam keterangannya, Kamis (29/8/2024).
Menurut Hudi, pelaku korupsi itu harus dihukum berat. Dia menilai vonis yang dijatuhkan hakim ke Mardani itu bahkan masih kurang.
“Hakim sebagai aparat penegak hukum yang digaji oleh negara seyogyanya berpihak kepada negara bukan kepada perorangan, semua demi kepentingan negara, apalagi pelaku korupsi itu mantan aparatur negara seyogyanya hukuman lebih berat dari sekedar 12 tahun penjara,” kata Hudi.
“Kebanyakan dari kasus PK itu hanya cari peluang untuk membebaskan diri dengan cara mengajukan novum yang dikaitkan (mengada-ngada) dengan fakta sidang. Seyogyanya semua bukti telah disampaikan saat sidang ditingkat pertama di sana lah “pertempuran” sesungguhnya untuk mendapatkan keadilan,” imbuhnya.
Untuk diketahui, pengadilan tingkat pertama menyatakan Mardani H Maming bersalah dalam kasus suap izin pertambangan. Mardani divonis 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.
Mardani juga divonis membayar pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp 110,6 miliar dengan ketentuan, jika tidak membayar maka harta bendanya akan disita dan dilelang, atau diganti dengan 2 tahun kurungan.
Tak puas dengan putusan Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Mardani Maming mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Banjarmasin. Majelis hakim Pengadilan Tinggi justru menambah hukuman penjara Mardani menjadi 12 tahun.
Mardani pun tidak terima dengan tambahan vonis menjadi 12 tahun itu. Dia mengajukan kasasi, dan ditolak.
Saat ini pun dia mengajukan PK atas vonisnya. Saat dia menghadiri sidang PK-nya, sekitar Februari 2024 Mardani sempat disorot lantaran tiket pesawatnya menuju Surabaya viral di media sosial hingga membuat Ditjen PAS bersuara. Ditjen PAS mengatakan Mardani melakukan perjalanan ke Surabaya, usai menghadiri sidang PK di Banjarmasin.
“Berdasarkan informasi dari Lapas Klas I Sukamiskin, yang bersangkutan secara resmi menghadiri sidang PK (Peninjauan Kembali) di PN Banjarmasin,” kata Koordinator Humas dan Protokoler Ditjen Pas, Deddy Edward saat itu.
(zap/zap)