Waka MPR Sebut Nilai Budaya Harus Jadi Pondasi Moral Teknologi AI




Jakarta

Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat mengatakan nilai-nilai budaya dan kebangsaan harus menjadi pondasi moral dalam pemanfaatan kecerdasan buatan di Indonesia. Apalagi saat ini teknologi tersebut sedang berkembang dengan pesat.

“Apa yang harus dipersiapkan untuk menjawab sejumlah tantangan yang hadir bersama penggunaan kecerdasan buatan di Indonesia harus segera diantisipasi,” kata Lestari dalam keterangannya, Rabu (25/9/2024).

Hal itu diungkapkan olehnya saat membuka diskusi daring bertema ‘Masa Depan Teknologi AI di Indonesia’ yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, hari ini. Turut hadir dalam acara tersebut Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI Luthfi Assyaukanie itu menghadirkan Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika Hokky Situngkir, Guru Besar, Rektor Universitas Pancasila – Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional/BRIN Marsudi Wahyu Kisworo dan Founder KORIKA – Guru Besar Institut Teknologi Bandung Bambang Riyanto Trilaksono.

IKLAN

GULIR UNTUK MELANJUTKAN DENGAN KONTEN

Hadir pula anggota Komisi I DPR RI Kresna Dewanata Phrosakh dan Psikolog Klinis, CEO & Direktur Personal Growth Ratih Ibrahim.

Lestari mengatakan, saat ini, pemanfaatan artificial intelligence (AI) sudah mempengaruhi pola hidup seperti dalam pekerjaan dan cara berkomunikasi sehari-hari.

Dia berharap perkembangan teknologi yang terjadi saat ini dapat bersanding dengan nilai-nilai budaya dan kebangsaan yang dimiliki oleh Indonesia.

“Kemajuan AI jangan sampai menghambat pemahaman nilai-nilai kebudayaan dan kebangsaan kita. Karena itu, kita harus mempersiapkan sumber daya manusia yang mampu memahami dan mengoperasikan AI dengan benar,” jelasnya.

Sementara itu, Hokky Situngkir mengungkapkan, saat ini, sepertiga warga Indonesia setiap hari hidup di depan gawai. Selain itu, warga Indonesia juga tercatat dalam tiga besar pengguna aplikasi WhatsApp dan berada pada posisi empat besar pengguna aplikasi YouTube.

“Indonesia masuk dalam pasar raksasa digital di era kapitalisme. Apakah kita mau sebagai pasar semata?” ujar Hokky.

Dia menjelaskan luasnya wilayah dan populasi Indonesia menciptakan potensi sekaligus peluang yang besar untuk memperkaya khasanah AI di dunia.

“AI itu bersifat ofensif dan bisa menggantikan peran manusia. Di sisi lain, AI harus dengan data untuk di-generate lebih lanjut,” jelasnya.

Untuk mengimbangi AI yang ofensif, Hokky mengatakan harus dikembangkan digital safety. Sepanjang terjadi keseimbangan antara faktor ofensif dan defensif itu, pemanfaatan AI akan berjalan dengan baik.

“Saat ini pemerintah sedang menggodok sejumlah aturan dan undang-undang yang bertujuan untuk melindungi warga negara dalam pemanfaatan teknologi,” tutupnya.

(prf/juga)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *