Awal Fungsi Hingga Perubahan Nama
Jakarta –
Museum Sumpah Pemuda adalah tempat yang menyimpan sejarah terkait peristiwa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Gedung ini terletak di wilayah Senen, Jakarta Pusat.
Lalu, bagaimana sejarah Gedung Museum Sumpah Pemuda? Simak ulasannya berikut ini.
Dilansir situs resminya, gagasan mendirikan Museum Sumpah Pemuda berasal dari pelaku Kongres Pemuda Kedua. Mereka berpendapat bahwa nilai-nilai persatuan yang dirintis generasi 28 harus diwariskan kepada generasi yang lebih muda.
Maka dari itu, pada tanggal 15 Oktober 1968, Prof. Mr. Soenario mengirim surat kepada Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, untuk meminta perhatian dan pembinaan terhadap Gedung Kramat 106 agar nilai sejarah yang terkandung di dalamnya terpelihara. Gubernur DKI Jakarta melalui SK Gubernur No. cb.11/1/12/72 jo Monumenten Ordonantie Staatsblad No. 238 tahun 1931, tanggal 10 Januari 1972, kemudian menetapkan Gedung Kramat 106 sebagai benda cagar budaya.
Sejarah Gedung Museum Sumpah Pemuda
Museum Sumpah Pemuda pada awalnya adalah rumah tinggal milik Sie Kong Lian. Gedung ini didirikan pada permulaan abad ke-20. Berikut sejarah penggunaan gedung museum sebelum resmi menjadi Museum Sumpah Pemuda.
- Sejak tahun 1908, Gedung Kramat disewa pelajar Stovia (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen) dan RS (Rechtsschool) sebagai tempat tinggal dan belajar. Saat itu, tempat tersebut dikenal dengan nama Commensalen Huis.
- Gedung Kramat 106 juga digunakan oleh berbagai organisasi pergerakan pemuda untuk melakukan kegiatan pergerakan, sejak tahun 1927. Bung Karno dan tokoh-tokoh Algemeene Studie Club Bandung sering hadir di Gedung Kramat 106 untuk membicarakan format perjuangan dengan para penghuni Gedung Kramat 106.
- Mengingat digunakan berbagai organisasi, Gedung Kramat 106 yang semula bernama Langen Siswo diberi nama Indonesische Clubhuis atau Clubgebouw (gedung pertemuan).
- Kemudian, pada 15 Agustus 1928, di gedung ini diputuskan akan diselenggarakan Kongres Pemuda Kedua pada Oktober 1928. Di gedung ini pula, lahirlah Sumpah Pemuda sebagai hasil dari Kongres Pemuda Kedua pada 28 Oktober 1928.
- Setelah peristiwa Sumpah Pemuda, banyak penghuninya yang meninggalkan gedung Indonesische Clubgebouw karena sudah lulus belajar. Setelah para pelajar tidak melanjutkan sewanya pada tahun 1934, gedung kemudian disewakan kepada Pang Tjem Jam selama tahun 1934-1937 yang dijadikan sebagai rumah tinggal.
- Kemudian pada tahun 1937-1951, gedung ini disewa Loh Jing Tjoe yang menggunakannya sebagai toko bunga (1937-1948).
- Dari tahun 1948-1951, gedung ini berubah fungsi menjadi Hotel Hersia.
- Pada tahun 1951-1970, Gedung Kramat 106 disewa Inspektorat Bea dan Cukai. Fungsinya untuk perkantoran dan penampungan karyawannya.
Museum Sumpah Pemuda (Foto: Grandyos Zafna)
|
Peresmian Museum Sumpah Pemuda
Gedung Kramat 106 dipugar Pemda DKI Jakarta pada 3 April 1973 dan selesai pada 20 Mei 1973. Lalu, Gedung Kramat 106 kemudian dijadikan museum dengan nama Gedung Sumpah Pemuda.
Peresmiannya dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, pada 20 Mei 1973. Kemudian, pada 20 Mei 1974 Gedung Sumpah Pemuda kembali diresmikan oleh Presiden RI, Soeharto.
Pengelolaan Museum Sumpah Pemuda
Pada 16 Agustus 1979, Gedung Sumpah Pemuda diserahkan Pemda DKI Jakarta kepada Pemerintah Pusat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pengelolaannya diserahkan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda, dan Olah Raga. Menurut rencana, Gedung Sumpah Pemuda akan dijadikan Pusat Informasi Kegiatan Kepemudaan dibawah Kantor Menteri Muda Urusan Pemuda (kemudian menjadi Menteri Muda Urusan Pemuda dan Olah Raga).
Lalu, pada tanggal 28 Oktober 1980, diadakan pembukaan selubung papan nama Gedung Sumpah Pemuda oleh Dra. Jos Masdani, atas permintaan Menteri Muda Urusan Pemuda Mayor TNI AU dr. Abdul Gafur, sebagai tanda penyerahan pengelolaan gedung dari Pemda DKI Jakarta kepada Departemen P dan K.
Tiga tahun kemudian, tepatnya pada 1983, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Dr. Nugroho Notosusanto, mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 029/O/1983, tanggal 7 Februari 1983, yang menyatakan bahwa Gedung Sumpah Pemuda dijadikan UPT di lingkungan Direktorat Jenderal Kebudayaan dengan nama Museum Sumpah Pemuda.
Bersamaan dengan dibentuknya Departemen Kebudayaan dan Pariwisata oleh Presiden KH Abdurrahman Wahid pada tahun 1999, pengelolaan Museum Sumpah Pemuda diserahkan dari Departemen Pendidikan Nasional kepada Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Penyerahan dilakukan Menteri Pendidikan Nasional, Dr. Yahya A. Muhaimin, kepada Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Drs. I Gede Ardhika.
Seiring dengan perubahan struktur pemerintahan, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dijadikan Kementerian Negara. Untuk menampung unit-unit yang tidak tertampung dalam Kementerian Negara Kebudayaan dan Pariwisata, dibentuklah Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata.
Pengelolaan Museum Sumpah Pemuda yang awalnya ada di bawah Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata kemudian diserahkan kepada Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata. Bersamaan dengan reorganisasi di Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, pengelolaan Museum Sumpah Pemuda kembali dilakukan oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.
Pada awal tahun 2012, Museum Sumpah Pemuda dikelola oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Jendral Kebudayaan.
(tahu/imk)