Lantai Sakral Gedung KPK di Balik Pertemuan Kontroversial Alex Marwata
Jakarta –
Seorang pimpinan KPK dengan mudahnya meladeni pesan singkat dari nomor tak dikenal yang berujung pertemuan kontroversial. Terlebih, pertemuan itu berlangsung di salah satu lantai gedung Merah Putih yang sakral.
Adalah Wakil Ketua KPK Alexander Marwata yang mengakui bertemu dengan mantan Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto pada awal Maret 2023. Pertemuan itu kini sedang diusut Polda Metro Jaya karena dalam aturan disebutkan adanya larangan pimpinan KPK bertemu pihak-pihak beperkara.
Begini bunyi aturannya yang terdapat di Pasal 36 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 yang sudah direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK (selanjutnya disebut UU KPK), yaitu:
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan apa pun.
Di sisi lain Alex merasa tak ada masalah dengan pertemuan itu karena saat kejadian Eko Darmanto belum berstatus tersangka. Namun penafsiran mengenai itu sebaiknya diserahkan saja ke penegak hukum yang mengusut kasus ini.
Terlepas dari itu, pertemuan yang dilakukan Alex nyata-nyata terjadi di salah satu lantai yang sakral di KPK yaitu lantai 15 Gedung Merah Putih. Keterangan perihal lokasi pertemuan itu turut diamini Alex usai dimintai keterangan di Polda Metro Jaya pada Selasa, 15 Oktober 2024.
“Ajudan saya kan hanya diminta terkait dengan proses kedatangan Eko ke KPK dan kemudian dibawa ke lantai 15,” ucap Alex.
Memang ada apa di lantai 15 gedung Merah Putih KPK?
Dari pemberitaan detikcom pada tahun 2023, Ali Fikri yang saat itu menjabat sebagai juru bicara bidang penindakan KPK pernah menyampaikan isi dari lantai 15 gedung Merah Putih KPK. Di lantai tersebut terdapat ruang Pimpinan KPK, ruang transit, ruang rapat, ruang sekretariat pimpinan, dan musala. Tak sembarangan orang bisa mengakses ruangan tersebut tentunya karena di situlah Pimpinan KPK berkantor.
Tentang proses Eko Darmanto menuju ke lantai 15 itu juga digali penyidik Polda Metro Jaya dari ajudan Alex yang diperiksa pada hari yang sama. Namun detail keterangan si ajudan belum dibeberkan Polda Metro Jaya.
Pada 9 Oktober 2024, detikcom menayangkan artikel berjudul ‘Kronologi Pertemuan Alex Marwata dan Eko Darmanto yang Kini Diusut Polisi’ yang menyebutkan Eko Darmanto memasuki Gedung KPK melalui pintu belakang dan lift Pimpinan KPK untuk menuju ke lantai 15. Terkait hal itu, Alex mengaku tidak tahu detailnya.
“Saya tidak tahu yang bersangkutan parkir di mana dan pakai lift yang mana. Bisa jadi karena yang bersangkutan mau bertemu pimpinan, kemudian diarahkan ke sana (pintu belakang),” ucap Alex.
Pimpinan KPK Seharusnya Berjarak
Pakar hukum tata negara, Refly Harun, pada Jumat, 11 Oktober 2024, mengkritik pertemuan Alex tersebut. Bagi Refly, pimpinan KPK seharusnya berjarak.
“Kalau dia memang mau bertemu, maka bertemulah dia kepada institusi yang sudah ada di KPK, misalnya pengaduan masyarakat atau apa-apa, sehingga dia berjarak. Dia harus berjarak,” kata Refly.
Refly mengatakan pimpinan KPK seharusnya tidak bertemu dengan orang yang diduga memiliki kepentingan dengan KPK. Setiap pimpinan KPK itu juga seharusnya membatasi pergaulan.
“Bahkan pimpinan KPK… jangankan main bulu tangkis bareng dengan calon tersangka atau tersangka, datang main golf aja nggak boleh, datang ke perkawinan yang patut diduga punya kepentingan dengan KPK nggak boleh. Jadi mereka betul-betul menjaga integritas mereka. Itulah memang membatasi pergaulan terhadap potensi-potensi adanya tindak pidana korupsi,” tegasnya.
Dia pun berpesan kepada pemerintahan yang akan datang untuk menjadikan kasus Alex ini sebagai contoh. Menurut Refly, jika pemerintahan baru ingin memperbaiki pemberantasan korupsi di Indonesia maka harus memperbaiki sistem pemberantasan korupsi.
“Ya jadikan kasus ini sebagai entry poin untuk memperbaiki sistem pemberantasan korupsi di Indonesia, di mana KPK, kepolisian, kejaksaan, adalah komponen-komponen yang ada di dalamnya. Itu aja pesannya, kalau memberantas korupsi hanya omon-omon doang, pidato-pidato doang nggak ada gunanya. Harus ada kecerdasan untuk memperbaiki sistem pemberantasan korupsi,” ucapnya.
(dhn/zap)