Melihat Sisi Lain Jepang dari Kota Takikawa
Takikawa –
Nama Kota Takikawa mungkin tidak setenar Tokyo atau Osaka ketika berbicara tentang Jepang. Bahkan di Hokkaido, Takikawa masih kalah populer dibandingkan Sapporo, ibu kota prefektur yang lebih sering menjadi destinasi wisata utama. Namun, di balik ketenangan kota kecil, Takikawa menyimpan daya tarik tersendiri yang memperlihatkan sisi lain Jepang yang jarang terekspos.
Perjalanan Menuju Takikawa
detikcom bersama perwakilan media, pegawai Kementerian Luar Negeri, dan ASN pemerintah daerah di Indonesia berkesempatan mengunjungi Takikawa dalam program Japan-East Asia Network of Exchange for Students and Youth (Jenesys), yang berlangsung pada 28 Januari hingga 4 Februari 2025. Program ini bertujuan memperdalam pemahaman budaya tentang Jepang sekaligus mempererat hubungan persahabatan antara Indonesia dan Jepang.
Kami mendarat di Bandara New Chitose setelah menempuh perjalanan sekitar satu setengah jam dari Bandara Haneda, Tokyo. Hujan salju menyambut kedatangan kami, memperlihatkan salah satu ciri khas Hokkaido yang membedakannya dari prefektur lain di Jepang.
IKLAN
Gulir untuk melanjutkan konten
Begitu keluar dari bandara, hembusan angin musim dingin langsung menyergap. Bagi kami yang sehari-hari tinggal di dua musim, turunnya salju seolah menjadi pengalaman yang eksotis. Foto di depan bandara sambil membiarkan salju menempel di kepala pun menjadi keharusan.
Kami selanjutnya bergerak menuju Takikawa yang memakan waktu sekitar dua jam. Sepanjang perjalanan, kami melihat pemandangan khas musim dingin tersaji, hamparan salju tebal menutupi atap rumah, jalanan, dan pepohonan. Namun begitu, jalan tetap bersih, menyisakan ruang bagi kendaraan dan pejalan kaki.
Di tengah perjalanan, kami berhenti sejenak di restoran Kamameshi Ichie di Eniwa. Begitu masuk ke restoran, makanan sudah tertata rapi di meja bundar. Menu utama yang disajikan adalah kamameshi-hidangan tradisional Jepang yang berasal dari kata kama yang berarti panci dan meshi berarti nasi.
Nasi dalam panci kecil mengeluarkan aroma rempah saat tutupnya dibuka. Hidangan ini disajikan dengan berbagai topping seperti jamur, sayuran hijau seperti buncis, dan takenoko (rebung). Pelengkap lainnya berupa sup miso, salad segar, tsukemono (acar Jepang), serta daun bawang dan wasabi.
Cara menikmati kamameshi cukup unik. Nasi dipindahkan ke mangkuk kecil, lalu ditambahkan acar dan bumbu sesuai selera, kemudian dashi atau kaldu ikan dituangkan dari teko kecil yang sudah disediakan di meja. Rasa gurih dan aroma khas kaldu membuat hidangan ini menjadi spesial.
Setibanya di Takikawa, kami langsung menuju hotel untuk beristirahat. Kamar-kamar di hotel ini sederhana namun nyaman, dengan satu tempat tidur, kamar mandi, gantungan baju, serta meja belajar yang menghadap jendela. Dari jendela, kami bisa melihat pemandangan salju yang menumpuk di jalan dan atap rumah warga.
Keesokan paginya, kami berjalan kaki menuju kantor Pemerintah Kota Takikawa untuk melakukan kunjungan kehormatan. Hujan salju kembali turun saat kami melangkah ke sana. Pejabat setempat bergurau bahwa selama beberapa hari sebelumnya Takikawa tidak turun salju, namun kedatangan delegasi Indonesia seolah membawa keberuntungan.
Di kantor pemerintah kota, kami disambut hangat oleh Wakil Wali Kota Takikawa, Nakajima Junichi. Dalam sambutannya, Junichi mengungkapkan harapannya agar peserta Jenesys dapat lebih memahami budaya dan kehidupan sosial di Jepang, khususnya di Takikawa.
![]() |
Pengambilan Kebijakan Kota
Sebagai kota kecil di Pulau Hokkaido, Takikawa dipimpin oleh seorang wali kota yang dibantu wakil wali kota dengan enam departemen, meliputi urusan umum, kehidupan masyarakat, kesehatan dan kesejahteraan, promosi industri, konstruksi, serta pemeliharaan area stasiun. Bagian pengelolaan akuntansi langsung berada di bawah wali kota.
Dalam perumusan kebijakan, Pemerintah Kota Takikawa melibatkan partisipasi warga. Diskusi dengan masyarakat menjadi bagian penting dari proses pengambilan keputusan. Mereka yang terlibat dalam diskusi dipilih berdasarkan kriteria tertentu, seperti rentang usia 30-40 tahun, perwakilan perempuan sekitar 30 persen, serta warga yang pindah ke Takikawa.
Diskusi ini membahas berbagai isu, mulai dari pendidikan dan pengasuhan anak, keamanan, hingga infrastruktur kota. Dalam diskusi ini, warga bebas mengemukakan ide tanpa diperbolehkan mengkritik. Tujuannya adalah mencari solusi, bukan hanya mengeluhkan masalah.
Fenomena Warga Takikawa Pindah Kota
Salah satu masalah serius yang dihadapi Takikawa adalah penurunan populasi akibat banyaknya warga yang pindah ke kota lain. Saat ini, populasi Takikawa sekitar 36 ribu jiwa, jauh berkurang dari angka sebelumnya. Misalnya, pada tahun 2021 saja, sekitar 1.940 penduduk meninggalkan kota Takikawa dengan mayoritas pindah ke Sapporo.
Banyak dari mereka yang berpindah berusia 25-44 tahun, termasuk anak-anak berusia 0-14 tahun. Sementara itu, penduduk berusia 65 tahun ke atas kini mencapai 35 persen dari total populasi.
Untuk mengatasi masalah ini, Pemerintah Kota Takikawa terus berupaya meningkatkan daya tarik kota melalui kekuatan kolektif warga serta menciptakan kota di mana warga ingin tinggal di kota tersebut selamanya.
Pengalaman 5 -Hari di Takikawa
Para peserta Jenesys tinggal di Takikawa selama kurang lebih lima hari. Kami merasakan suasana yang begitu tenang dan sepi, jauh dari hiruk-pikuk seperti kota besar di Jepang.
Di pagi hari, kami melihat petugas menggunakan eskavator untuk membersihkan jalan dari tumpukan salju. Meski begitu, siang hari tidak banyak aktivitas warga di luar rumah, terutama saat hujan salju turun.
Pusat perbelanjaan tetap buka di beberapa titik, baik tradisional maupun modern. Wisatawan yang ingin membeli oleh-oleh atau suvenir masih bisa menemukan berbagai pilihan. Namun, saat sore tiba, jalanan kembali sepi, hanya diterangi lampu-lampu jalan yang menerangi kendaraan yang melintas.
![]() |
Meski interaksi dengan warga Takikawa sedikit terhalang oleh perbedaan bahasa, keramahan mereka tetap terasa. Sambutan hangat dari para penduduk setempat tercermin lewat senyum dan gestur yang ditampilkan mereka.
Aktivitas lima hari di Takikawa ini membawa pengalaman baru bagi para peserta Jenesys. Kami tak hanya mengenal Jepang lewat kota-kota besar yang selalu sibuk dengan pergerakan warga, namun juga memahami dari dekat mengenai keramahan warga Jepang dari suasana tenang di kota kecil Takikawa.
(KNV/ZAP)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu